Sosialisasi Teknologi Panca Kelola
Pak Camat, Minta pak Kades untuk Mendorong Petani Menerapkan IP 200
Pada bulan Agustus yang lalu, tepatnya tanggal 20 Agustus 2019 dilakukan kegiatan ekspose dan sosialisasi tentang Teknologi Panca Kelola yang menjadi basisi dalam pengembangan lahan rawa atau Program Serasi yang merupakan unggulan kegiatan Kementerian Pertanian. Kegiatan dilaksankan di lokasi Desa Sidorejo, Kecamatan Tamban Catur, Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Dalam pertemuan ssoaialisasi di atas khadir Kepala BPTP, Kepala BALITTRA sendiri, Camat Tamban Catur, dan para Kepala Desa se Kecamatan Tamban Catur, Babinsa dan Polsek Kecamatan Tamban Catur, Manteri Tani, Pengurus Kelompok Tani, penyuluh (PPL), peneliti dan petani. Dalam ssoialisasi diatas, Kepala BALTTRA menyampaikan tentang Teknologi Panca Kelola, dan Camat dalam sambutannya meminta kepada pada Kades untuk mendorong petaninya menerapkan tanam 2 kali setahu (IP 200) dan siap memfasilitasi bilamana perlu.
Dalam ekspose atau sosialisasi ini ada sesuatu hal yang menarik, yang dikemukakan oleh petani yaitu pengenalan hasil pengamatan dan percobaan oleh pak Thoha, petani yang dalam tiga tahun terakhir (2017-2019) ini melakukan semacam “percobaan” bertanam padi lokal varietas Karang Dukuh dengan sistem budidaya padi unggul umumnya. Dalam diskusi terbatas dengan pak Thoha, beliau menyatakan terdorong seperti juga petani sekitarnya untuk melakukan tanam dua kali setahun (IP 200), tetapi selalu terkendala dengan waktu tanam untuk tanam ke II (padi lokal) yang sementara masih ada padi unggul di lahan usahanya. Seolah-olah kejar-kejaran karena padi unggul yang tanam Oktober baru panen bulan Maret, sementara padi lokal harus sudah mulai lacak atau tanam bulan Maret-April. Petani khawattir kalau tanam unggul, tidak panen atau ditebas karena harus tanam padi lokal. Sementara bagi petani bertanam padi lokal sudah menjadi kewajiban karena terbukti selalu panen dalam kondisi apapun. Sedangkan padi unggul selalu mendapat banyak kendala untuk bisa panen dengn baik. Kalau petani mau tanam unggul juga hanya 1 kali setahun (IP 100), selanjutnya lahan diberakan.
Dalam menyiasati kondisi diatas, maka pak Thoha, menanam padi lokal dengan menggeser waktu semainya, tidak melaukakn tadarak, ampak atau lacak seperti biasa dalam budidaya padi lokal, tetapi langsung tanam dengan semai seperti biiasa padi unggul, Menurut beliau, sebetulnya menjadi petani cukup menyenangkan dan banyak mendatangkan uang, apabila melakukannya dengan cara-cara yang benar dan tepat antara lain dengan memanfaatkan waktu dan tenaga yang lebih efisien dan pilihan komoditas yang tepat. Tatapi menurut beliau, petani sering tidak memikirkan hal tersebut, boleh dikatakan asal tanam mengikuti kebiasaan yang umum, enggan befrubah atau merubah agar lebih baik dan maju. Namun perubahan tersebut menurut beliau tidak dapat dilakukan hanya sendiri memerlukan dukungan orang di sekitarnya. Oleh karena itu, menurut pak Thoha jalan menuju perubahan tersebut tidak bisa langsung, memerlukan tahapan. Namun sejauh ini, apa yang dilakukan petugas pemerintah, termasuk peneliti dan penyuluh tidak ada strategi semacam itu, target pemerintah biasa asal jadi, cepat dan langsung sehingga apa yang menjadi tujuan atau harapan kegiatan/program menjadi kandas atau gagal.
Berawal dari rasa “kesal” melihat petani menanam padi lokal dengan tahapan persemaian yang sampai 3-4 kali pindah. Pertama taradak, disusul kemudian ampak, lalu lacak setelah itu baru tanam. Betapa repot repotnya belum lagi tenaga dan waktu yang berbulan-bulan harus dilalui. Akhirnya oleh pa Thoha dicobalah untuk melakukan percepatan dengan tanam seperti umumnnya padi unggul, dengan semai 25 hari kemudian tanam. Awalnya pak Thoha diketawakan oleh teman-teman petani setempat. Tetapi setelah keberhasilannya pada tahun 2017 yang lalu, tahun 2018 ada beberapa petani yang ikut mencoba dan tahun 2019 ini semakin banyak yang ikut mencoba setelah melihat keberhasilan pak Thoha. Menurut pak Thoha dengan sistem tanam yang dilakukannya dapat dihemat biaya usuha tani antara Rp. 1,5-2,0 juta/musim tanam. Sungguh hal yang menarik dan perlu diappresiasi. Bravo Rawa !!! (Prof (R). Dr. Ir. Muhammad N oor, MS, Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.)